Tak Selalu Berkonotasi Digital, Kota Cerdas Sesuai Kondisi Warga

Yogyakarta terpilih sebagai salah satu kota yang melaksanakan program Gerakan Menuju 100 Smart City bersama 24 Kota/Kabupaten lainnya di Indonesia. Kota Yogyakarta memiliki konsep Kota Cerdas yang mengacu pada inovasi-inovasi dalam bidang teknologi informasi agar bisa memberikan manfaat serta kemudahan dalam pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka mewujudkan Kota Yogyakarta menuju kota cerdas diperlukan arah pengembangan yang berkelanjutan sebagai pedoman kebijakan dan penyusunan program yang terpadu pada perangkat daerah. 

Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta melalui Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di Ruang Bima Balaikota Yogyakarta, Senin (18/7). 

Dalam pencapaian Kota Yogyakarta sebagai smart city makna smart tidak selalu berkonotasi pada hal yang berkenaan dengan digital. Di kota Yogyakarta banyak program yang tidak berkonotasi digital tetapi menunjukkan kecerdasan yang luar biasa, yaitu penataan di sepanjang sungai. Tidak ada kualifikasi yang statis terkait kota cerdas. Kota cerdas memiliki tolak ukur dinamis dan menyesuaikan kondisi masyarakat. 

Beberapa kegiatan sudah dilakukan dalam rangka mempersiapkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Cerdas, baik berupa kajian, sosialisasi dan perbaikan sarana pendukung kesiapan daerah seperti struktur, infrastruktur dan suprastruktur. Berbagai hal tersebut diharapkan akan menjadi pendukung dan pendorong tujuan utama mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Cerdas yang dapat dicapai melalui 6 indikator yaitu smart governance, smart branding, smart economy, smart living, smart society, dan smart environment. 

“Ketika layanan-layanan Pemerintah Kota digunakan publik ataupun internal, mereka tidak perlu mengingat-ingat banyak domain, cukup masuk pada satu pintu besar saja dalam bentuk Jogja Smart Service (JSS). Sejauh apa itu akan bermanfaat untuk masyarakat dan sejauh mana itu akan berdampak pada efisiensi proses kerja,“ ucap Ignatius Tri Hastono, S.Sos., M.M., Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian selaku moderator dalam FGD tersebut. 

Ketua RW 07 Kampung Semaki Gede, Kelurahan Semaki, Kemantren Umbulharjo, Ir. Wawan Edi, Bsc, mengatakan bahwa di wilayahnya terdapat dua joglo yang dapat dimanfaatkan oleh warga. Joglo tersebut bernama Balai Gong dan Balai Agung Cendana. Keduanya memiliki jaringan wifi publik untuk pemanfaatan kegiatan warga. Wifi tersebut dimanfaatkan warga untuk mengembangkan penjualan produk secara online. 

“Joglo tersebut memiliki fungsi utama sebagai tempat produksi batik. Namun banyak kegiatan yang juga bisa dilakukan di sana. Seperti saat pandemi, joglo digunakan sebagai tempat belajar mengajar karena sekolah yang menerapkan pembelajaran secara daring,” ujar Edi. 

Diharapkan Pemerintah Kota Yogyakarta mampu mendukung aspek smart economy melalui pelatihan baik dari segi pengolahan, pengemasan maupun pemasaran dari produk yang dimiliki oleh warga Kampung Semaki Gede dan menjadikan Balai Agung sebagai proyeksi destinasi batik tulis. Kesiapan sumber daya manusia pun diperlukan untuk pengelolaan produk dan jasa agar memiliki kekhasan tersendiri guna memenuhi indikator sebagai Smart Branding. 

Sementara itu, Dr. Mardhani Riasetiawan, MT. Ketua Laboratorium Riset Sistem Komputer dan Jaringan Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, FMIPA UGM memaparkan terkait benchmark dan potensi kolaborasi kota cerdas di Kota Yogyakarta. 

“Melalui benchmark kita bisa mengindentifikasi potensi kolaborasi kota cerdas di Kota Yogyakarta.  Pada 2021, banyak permasalahan terkait dengan realisasi smart city, yaitu rasionalisasi anggaran, kendala covid-19, perpindahan wewenang, perubahan pelaksana kegiatan hingga tidak atau belum berjalannya kegiatan tersebut,” jelas Mardhani. 

Inisiatif inovasi diharapkan tidak hanya berasal dari OPD tetapi dari kemantren yang berpotensi mendorong komunitas masyarakat turut berpartisipasi. Langkah mengkombinasikan inovasi teknologi digital dan non digital bisa menjadi strategi baik dalam mempercepat implementasi program. 

Mall Pelayanan Publik yang selama ini memberikan pelayanan secara langsung pun diharapkan dapat beroperasi secara maya atau daring. Dimana layanan dapat terintegrasi 24 jam dengan service level yang tinggi agar masyarakat bisa segera mendapatkan solusi terkait permasalahan yang dikeluhkan. Selain itu dapat pula dengan memanfaatkan mobilisasi layanan ke kantong-kantong masyarakat melalui RT/RW, Kelurahan atau Kelompok Pemuda.  

Dengan adanya FDG ini diharapkan adanya tambahan saran dan ide-ide yang bisa dilakukan untuk lebih mengembangkan Smart City di Kota Yogyakarta dan tidak berhenti hanya di tahun berjalan. (Wul)