Etika Berkomunikasi Cegah Perudungan Daring di Pergaulan Remaja
Generasi muda menghadapi tantangan tersendiri dalam pergaulan di era kemajuan teknologi komunikasi. Kemudahan terhadap akses internet mendorong banyak remaja untuk menggunakannya, termasuk dalam menggunakan media sosial. Namun, sifat remaja yang masih mudah terpengaruhi tak jarang menyebabkan remaja terjebak dalam pergaulan ekploitatif dan munculnya perilaku perudungan daring (cyber bullying).
Menurut data dari UNICEF, sejumlah 41-50% anak dan remaja di Indonesia dalam rentang usia 13-15 tahun pernah mengalami tindakan perundungan daring. Perundungan daring yang terjadi dapat berupa flaming (provokasi), harassment (pelecehan), denigration (fitnah), impersonation (peniruan), outing (membuka rahasia), tickery (penipuan), exclusion (pengucilan), dan cyberstalking (penguntitan).
Dalam paparan di acara webinar Unala Talk bertema "Cyberbullying", Rabu (19/8), Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian, Ignatius Trihastono mengatakan, fenomena perudungan daring di pergaulan remaja yang dilakukan secara sadar maupun tidak menunjukan bahwa remaja belum bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi ini.
“Teknologi mempunyai dampak positif yang bisa membantu menyederhanakan banyak hal. Akan tetapi teknologi juga dapat membuka banyak risiko yang dulu tidak terbayangkan bisa terjadi”, kata Tri.
Lebih lanjut Tri mengatakan, untuk menghindari munculnya perilaku perudungan, setiap orang harus memiliki kebijakan dalam berkomunikasi baik secara langsung dan digital. Tri menyoroti bahwa literasi digital yang sudah cukup tinggi harus diimbangi dengan cara mengelolanya.
"Seseorang bisa melihat ekspresi lawan bicaranya ketika berkomunikasi secara langsung. Sehingga kita bisa menyesuaikan tutur kata kita dengan respon orang tersebut. Sedangkan komunikasi melalui media digital yang banyak menggunakan komunikasi non-verbal, perlu adanya etika-etika dan pemahaman yang harus ditanamkan baik dalam pemilihan kata maupun emotikon.”, jelas Tri.
Tri berharap, masyarakat dapat bijak dalam menggunakan internet sehingga tidak lantas menjadi pihak yang melakukan perundungan daring dan memiliki kesiapan dalam menghadapi karakter orang yang berbeda-beda.
Seirama dengan itu, penggiat isu bullying dan sosial media, Dian Paramita dalam acara yang sama mengatakan, setiap orang memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam menerima perudungan daring. Sehingga sebagian orang perlu memiliki kesiapan mental lebih untuk menghadapinya.
“Ada tiga hal yang perlu diingat saat kita menjadi korban perudungan. Yang pertama ingat bahwa kita berbeda, kedua ingat bahwa kita tidak sendiri, dan terakhir ingat bahwa kamu menang dan mereka kalah.”, kata Dian.
Sedangkan bagi saksi mata perilaku perundungan, Dian mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menunjukan dukungan bagi para korban yakni dengan cara membela dan menghibur korban, melaporkan unggahan dan akun tindak perudungan ke penyedia platform, dan mendukung regulasi pemerintah dalam mencegah perudungan. (alr)